Rabu, 17 Februari 2016

MEMAKNAI CINTA TANPA KEKERASAN



“MEMAKNAI CINTA TANPA KEKERASAN”

Cinta itu indah, selalu ada dalam relung jiwa di sanubari setiap  manusia, cinta anugrah Tuhan yang merona memancarkan aura. Bulan Februari merupakan bulan yang istimewa bagi kita karena ada hari Valentine atau hari kasih sayang.
Hari kasih sayang atau Valentine day dirayakan setiap tanggal 14 Februari, Semua orang merayakannya dengan penuh suka cita, termasuk generasi muda kita, namun yang terjadi saat ini generasi muda lebih banyak menyalah artikan kasih sayang tersebut dalam makna sempit yaitu hanya penyerahan cinta sepenuhnya pada pacar sehinga faktanya banyak remaja perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran, Hal ini dikarenakan cinta hanya dimaknai dengan menyerahkan keperawanan pada pacarnya padahal maknanya lebih luas.menurut data Komnas Perempuan tahun 2014 sudah 21%  perempuan mengalami Kekerasan dalam pacaran, ini yang terlaporkan, sedangkan yang tidak adalah fenomena gunung es.
Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah sangat prihatin pada kondisi ini, dimana tubuh perempuan hanya menjadi simbol sebuah cinta yang hanya sesaat tapi hilanglah masa depan mereka, generasi muda perempuan usia 15-18 perlu mengenali diri mereka sendiri, pada usia ini dalam psikologi perkembangan, mereka masih berada dalam kondisi labil, pencarian jati diri, adanya kebutuhan akan rolemodel atau panutan yang jadi acuan dalam perilaku. Maka meningkatkan pemahaman tentang hak-hak  perempuan, meningkatkan kemampuan untuk bersikap asertif untuk mencegah kekerasan dalam pacaran, mengetahui dampak negative pacaran yang tidak sehat, kemampuan advokasi jika terjadi kekerasan dalam pacaran, memiliki tanggung jawab pribadi atas otonomi tubuhnya dan memiliki visi ke depan sangat penting diberikan. 
Peran teman sebaya ( Peers)
Peran teman sebaya dalam usia remaja awal atau masa  peralihan dari anak-anak menuju dewasa sangat penting, karena teman sebaya merupakan teman yang menjadi bagian dari aktualisasi diri. Jika teman sebayanya baik perilakunya maka remaja akan baik namun jika  teman sebayanya berperilaku buruk misalnya memakai Napza ya remaja juga akan coba-coba sehingga terjerumus dalam penyalahgunaan Napza, teman sebaya menentukan tatanilai yang dianut oleh remaja di lingkungannya. Standar gaul juga sama dalam masa ini, mereka menyukai berkelompok dalam membuat lingkaran pertemanan yang seirama, misal si A lebih suka gaul dengan geng remaja kaya arena itu dianggap keren, B lebih suka masuk dalam geng motor karena citranya gaul, pembentukan citra diri sangat dipengaruhi oleh bagaimana persepsi tentang konsep diri yang dianggap keren saat ini. Maka jangan heran jika di usia ini banyak yang minta Hand Phone android pada orang tuanya karena sosial media sudah jadi gaya hidup dimana remaja tanpa gadget dianggap kuno dan tidak gaul sehingga mereka mati-matian mendapatkan HP, padahal tanpa HP pun remaja masih bisa berprestasi seperti remaja di desa Manurara, desa sedikit sinyal tempat Balai perempuan Maju Tak Gentar, remaja putrinya mampu menjadi juara olimpiade Matematika tingkat provinsi NTT. Jadi peran teman sebaya sangat utama dalam pembentukan konsep diri, karakter, dan citra diri remaja. Maka jika ada perempuan muda yang memahami hak-haknya sehingga dapat menyuarakan keadilan pada sesamanya (peers) maka daya dengarnya akan lebih kuat karena itu perlu adanya penyuluhan, ceramah, dialog bahkan pelatihan tentang Hak-hak remaja, materi ini bisa masuk dalam Latihan Kepemimpinan dasar yang diadakan di sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Menengah Atas, jika di tingkat desa dengan dana desa bisa mendukung pelatihan pemberdayaan remaja, nah perempuan di Balai Perempuan mendorong adanya pemberdayaan remaja untuk kemajuan bangsa.

 teman sebaya sangat berperan penting dalam dunia remaja ( dokumentasi Rambu Jeny )

Peran Orang tua
Orang tua sangat besar peranannya dalam mendampingi remaja melewati masa peralihannya, keluarga menjadi oase penting tempat mereka tumbuh maka orang tua baik ibu maupun bapak harus meluangkan waktu untuk menjalin komunikasi yang terus menerus/ intens dengan remaja, misalnya ketika pulang sekolah jangan tanyakan ulanganmu hasilnya berapa? jelek amat nilaimu? Bodoh amat kamu!” Tapi tanyakan dengan lembut “ Bagaimana pelajaran di sekolahmu? Ada kesulitan tidak? tanpa menginterupsi jawaban anak dan jangan lupa kontak mata dengan anak, jangan bertanya sambil lalu saja, duduk bersama akan lebih baik karena akan menunjukkan kesetaraan sehingga anak lebih terbuka. Pengasuhan anak dalam keluarga merupakan tanggung jawab orang tua baik laki-laki maupun perempuan bukan perempuan saja.
Menghindari kekerasan dalam pacaran pada anak remaja, para orang tua perlu memberikan rambu-rambu dalam berhubungan dengan pacar, pahamkanlah tata nilai yang baik pada anak sejak dini, jangan permisif dan cuek pada perkembangan anak. Orang tua yang punya remaja putri  perlu memahamkan tentang kesehatan reproduksinya, fungsi alat reproduksinya yang mulai aktif, risiko kehamilan yang tidak diinginkan dan aturan dalam relasi pacaran misalnya berani berkata TIDAK jika pacar mulai meraba-raba. Biasanya ketika mengalami menstruasi yang pertama remaja putri sangat bingung jika tidak paham akan fungsi reproduksi maka sejak dini orang tua perlu memahamkan tentang reproduksi anaknya beserta fungsinya. Jika anaknya adalah  remaja putra maka beri informasi tentang fungsi alat reproduksinya apalagi jika mereka telah mengalami mimpi basah, beri pemahaman aturan berelasi dengan pacarnya serta lingkungan sesamanya, penghormatan pada perempuan  dan tanggung jawab akan perilakunya. Kesetaraan gender memang harus dipupuk mulai dari tingkat keluarga.

Benih kekerasan dalam Pacaran 
Kekerasan dalam pacaran bisa berbentuk ancaman atau tindakan untuk melakukan kekerasan kepada salah satu pihak dalam hubungan berpacaran, dimana kekerasan ini ditujukan untuk memperoleh kontrol, kekuasaan dan kekuatan atas pasangannya, perilaku ini bisa dalam bentuk kekerasan emosional, fisik dan seksual. Dalam berelasi antara laki-laki dan perempuan lebih banyak laki-laki yang dominan karena ketidakadilan gender yang lama terbentuk di masyarakat kita, selain itu menganggap pasangan adalah kepemilikan juga mendorong banyaknya kasus kekerasan dalam pacaran, benih yang biasa muncul adalah posesif yang berlebihan sehingga pacar mulai mengatur dari A sampai Z bahkan dengan siapa ia bergaul juga di cek, Handphone di cek  nah ini sudah merupakan kekerasan dalam pacaran, kedua, pacar memaksa pasangannya untuk memberikan sesuatu dengan paksaan misal memaksa ciuman nah ini juga kekerasan dalam pacaran, memaksa membelikan sesuatu maupun meminta sesuatu dengan cara paksaan agar pasangan mau memenuhi ini juga kekerasan dalam pacaran. Melakukan tindakan fisik seperti menampar, memukul, menjambak pasangan ini juga kekerasan dalam pacaran, melakukan umpatan verbal yang mengganggu psikis  misal ih kamu jelek amat!, pacarku kok bodoh dll juga kekerasan dalam pacaran.

Kasih sayang adalah napas hidup
 Dalam gembira akan terluap kasih sayang walau dalam nestapa dan perih luka jika kita gembira dalam kasih Tuhan maka akan selalu ada jalan. Kasih sayang tidak seharusnya dimaknai dengan sempit, kasih sayang berarti bukan kekerasan, kasih sayang berarti bukan pemaksaan, kasih sayang adalah bahasa jiwa yang memendar menyejukkan hati. Laki-laki dan perempuan harus saling menghargai sehingga relasi yang dibangun penuh kasih sayang. Kesetaraan relasi sangat penting dalam menjalin hubungan.

Katakan TIDAK untuk Kekerasan dalam pacaran
Koalisi Perempuan Indonesia cabang Sumba Tengah sangat berharap generasi muda dapat merayakan hari kasih sayang dalam cinta yang sesungguhnya bukan pemaksaan bukan kekerasan, Koalisi Perempuan memberikan bekal  pada anggota pemula ( 15-18 tahun) agar memahami hak-haknya, berani berkata tidak, memiliki kemampuan advokasi jika terjadi kekerasan serta memahami keadilan dan kesetaraan gender dalam berelasi dengan sesama serta lingkungannya, dan membentuk generasi muda yang mampu membawa perubahan ke arah kemajuan Sumba Tengah dengan perilaku bertanggung jawab pada  diri sendiri dan sesamanya. Harapan terbesar adalah tidak ada lagi kekerasan dalam pacaran, maka mari berani untuk menyuarakan anti kekerasan dalam pacaran. Salam kasih sayang

Selasa, 02 Februari 2016

Katakan TIDAK untuk kawin paksa




      Anak perempuan itu pucat, masih berbaju biru putih menandakan ia masih sekolah SMP, sepulang sekolah alangkah terkejutnya ia dengan keputusan orang tuannya yang akan menikahkan dia dengan orang yang 15 tahun lebih tua, jantungnya hampir berhenti  tatkala ia dengar kabar  keputusan orang tuanya, tasnya jatuh buku-buku sekolah keluar berserakan, kakinya hampir tak mampu menopang tubuhnya, ia nyaris pingsan jika ibunya tak meraih tubuhnya yang tersungkur di lantai tanah, gadis sekolah tak bersepatu itu harus menenggelamkan cita-citanya menjadi pramugari karena tuntutan orang tua. “ Laki-laki itu sudah kasih belis, ini tidak bisa di batalkan.” Ujar ayahnya sambil mengepulkan asap rokok kretek yang menari-nari di udara senja yang muram. “ ini keputusan keluarga rambu, kamu tak bisa tolak.” Pamannya menimpali.

Uang Sulit, kawin paksa melilit

     Saat ini bukan jaman Siti Nurbaya namun masih ada saja perempuan yang mengalami kawin paksa. Betapa beratnya derita perempuan yang mengalami kawin paksa, pengambil keputusan dalam keluarga tidak pernah tahu betapa kelam jalan yang harus dilalui para korban kawin paksa, mereka memiliki posisi tawar rendah dalam keluarga suami, belum matang dalam berumah tangga dan gangguan psikologis yang tidak tertanggungkan. 

     Motif kawin paksa lebih banyak disebabkan karena motif ekonomi, perempuan disini adalah asset untuk mendapatkan harta yang banyak dari keluarga laki-laki, maka para orang tua banyak yang merelakan anaknya untuk kawin tanpa cinta, rata-rata keluarga miskin yang  paling banyak melakukan perkawinan jenis ini, akibat minimnya ekonomi maka cara pintas mendapatkan uang dengan mengawinkan gadisnya dengan orang yang lebih mapan hartanya. 

Bahagia atau Menderita

“ Biar sudah mereka kan sudah kawin, apalah diurus-urus.” Begitu kata beberapa orang yang bergerombol di pasar Anakalang setelah berita kawin paksa menyebar dari ujung desa ke desa sebelah lalu ke desa-desa lain bahkan kabar selebritipun kalah dengan berita dari mulut ke mulut. Kawin paksa menjadi fenomena yang dianggap biasa padahal kita sangat menentang kawin paksa ini karena merugikan perempuan. Korban kawin paksa pastilah perempuan muda bahkan usianya ada yang anak-anak dibawah 18 tahun, fenomena ini menjadi hal yang tidak pernah habis dibahas karena selalu ada korban padahal banyak pihak telah menyerukan pemberantasan kawin paksa, pemerintahpun sudah menyerukan hal ini. 

Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah menentang kawin paksa karena memberikan dampak yang tidak baik bagi perempuan yaitu usia reproduksi yang belum sempurna jika korban anak-anak, rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, beban psikologis, belum siap membina rumah tangga dan menderita lahir batin tentunya. Keterpaksaan seperti neraka yang melilit perempuan, betapa mereka harus berbakti pada keluarga besar dengan kepasrahan, kawin paksa merupakan bentuk ketidak adilan bagi perempuan. Maka Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah mendesak agar penegak hukum turun tangan untuk menghentikan kawin paksa, tokoh agama/tokoh masyarakat perlu memberi pemahaman lebih agar tidak terjadi praktek kawin paksa yang merugikan perempuan, hukum pelaku kawin paksa tanpa melihat latar belakang kasta, dan  pengambil kebijakan pelu memperbaharui  aturan yang ada agar tidak ada lagi kawin paksa di masyarakat.