Selasa, 02 Februari 2016

Katakan TIDAK untuk kawin paksa




      Anak perempuan itu pucat, masih berbaju biru putih menandakan ia masih sekolah SMP, sepulang sekolah alangkah terkejutnya ia dengan keputusan orang tuannya yang akan menikahkan dia dengan orang yang 15 tahun lebih tua, jantungnya hampir berhenti  tatkala ia dengar kabar  keputusan orang tuanya, tasnya jatuh buku-buku sekolah keluar berserakan, kakinya hampir tak mampu menopang tubuhnya, ia nyaris pingsan jika ibunya tak meraih tubuhnya yang tersungkur di lantai tanah, gadis sekolah tak bersepatu itu harus menenggelamkan cita-citanya menjadi pramugari karena tuntutan orang tua. “ Laki-laki itu sudah kasih belis, ini tidak bisa di batalkan.” Ujar ayahnya sambil mengepulkan asap rokok kretek yang menari-nari di udara senja yang muram. “ ini keputusan keluarga rambu, kamu tak bisa tolak.” Pamannya menimpali.

Uang Sulit, kawin paksa melilit

     Saat ini bukan jaman Siti Nurbaya namun masih ada saja perempuan yang mengalami kawin paksa. Betapa beratnya derita perempuan yang mengalami kawin paksa, pengambil keputusan dalam keluarga tidak pernah tahu betapa kelam jalan yang harus dilalui para korban kawin paksa, mereka memiliki posisi tawar rendah dalam keluarga suami, belum matang dalam berumah tangga dan gangguan psikologis yang tidak tertanggungkan. 

     Motif kawin paksa lebih banyak disebabkan karena motif ekonomi, perempuan disini adalah asset untuk mendapatkan harta yang banyak dari keluarga laki-laki, maka para orang tua banyak yang merelakan anaknya untuk kawin tanpa cinta, rata-rata keluarga miskin yang  paling banyak melakukan perkawinan jenis ini, akibat minimnya ekonomi maka cara pintas mendapatkan uang dengan mengawinkan gadisnya dengan orang yang lebih mapan hartanya. 

Bahagia atau Menderita

“ Biar sudah mereka kan sudah kawin, apalah diurus-urus.” Begitu kata beberapa orang yang bergerombol di pasar Anakalang setelah berita kawin paksa menyebar dari ujung desa ke desa sebelah lalu ke desa-desa lain bahkan kabar selebritipun kalah dengan berita dari mulut ke mulut. Kawin paksa menjadi fenomena yang dianggap biasa padahal kita sangat menentang kawin paksa ini karena merugikan perempuan. Korban kawin paksa pastilah perempuan muda bahkan usianya ada yang anak-anak dibawah 18 tahun, fenomena ini menjadi hal yang tidak pernah habis dibahas karena selalu ada korban padahal banyak pihak telah menyerukan pemberantasan kawin paksa, pemerintahpun sudah menyerukan hal ini. 

Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah menentang kawin paksa karena memberikan dampak yang tidak baik bagi perempuan yaitu usia reproduksi yang belum sempurna jika korban anak-anak, rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, beban psikologis, belum siap membina rumah tangga dan menderita lahir batin tentunya. Keterpaksaan seperti neraka yang melilit perempuan, betapa mereka harus berbakti pada keluarga besar dengan kepasrahan, kawin paksa merupakan bentuk ketidak adilan bagi perempuan. Maka Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah mendesak agar penegak hukum turun tangan untuk menghentikan kawin paksa, tokoh agama/tokoh masyarakat perlu memberi pemahaman lebih agar tidak terjadi praktek kawin paksa yang merugikan perempuan, hukum pelaku kawin paksa tanpa melihat latar belakang kasta, dan  pengambil kebijakan pelu memperbaharui  aturan yang ada agar tidak ada lagi kawin paksa di masyarakat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar