Anak perempuan itu pucat, masih berbaju biru putih menandakan ia masih sekolah SMP, sepulang sekolah
alangkah terkejutnya ia dengan keputusan orang tuannya yang akan menikahkan dia
dengan orang yang 15 tahun lebih tua, jantungnya hampir berhenti tatkala ia dengar kabar keputusan orang tuanya, tasnya jatuh
buku-buku sekolah keluar berserakan, kakinya hampir tak mampu menopang
tubuhnya, ia nyaris pingsan jika ibunya tak meraih tubuhnya yang tersungkur di
lantai tanah, gadis sekolah tak bersepatu itu harus menenggelamkan cita-citanya
menjadi pramugari karena tuntutan orang tua. “ Laki-laki itu sudah kasih belis,
ini tidak bisa di batalkan.” Ujar ayahnya sambil mengepulkan asap rokok kretek yang
menari-nari di udara senja yang muram. “ ini keputusan keluarga rambu, kamu tak
bisa tolak.” Pamannya menimpali.
Uang Sulit, kawin paksa melilit
Saat ini bukan jaman Siti Nurbaya
namun masih ada saja perempuan yang mengalami kawin paksa. Betapa beratnya
derita perempuan yang mengalami kawin paksa, pengambil keputusan dalam keluarga
tidak pernah tahu betapa kelam jalan yang harus dilalui para korban kawin
paksa, mereka memiliki posisi tawar rendah dalam keluarga suami, belum matang
dalam berumah tangga dan gangguan psikologis yang tidak tertanggungkan.
Motif kawin paksa lebih banyak
disebabkan karena motif ekonomi, perempuan disini adalah asset untuk
mendapatkan harta yang banyak dari keluarga laki-laki, maka para orang tua
banyak yang merelakan anaknya untuk kawin tanpa cinta, rata-rata keluarga
miskin yang paling banyak melakukan
perkawinan jenis ini, akibat minimnya ekonomi maka cara pintas mendapatkan uang
dengan mengawinkan gadisnya dengan orang yang lebih mapan hartanya.
Bahagia atau Menderita
“ Biar sudah mereka kan sudah
kawin, apalah diurus-urus.” Begitu kata beberapa orang yang bergerombol di
pasar Anakalang setelah berita kawin paksa menyebar dari ujung desa ke desa
sebelah lalu ke desa-desa lain bahkan kabar selebritipun kalah dengan berita
dari mulut ke mulut. Kawin paksa menjadi fenomena yang dianggap biasa padahal
kita sangat menentang kawin paksa ini karena merugikan perempuan. Korban kawin
paksa pastilah perempuan muda bahkan usianya ada yang anak-anak dibawah 18
tahun, fenomena ini menjadi hal yang tidak pernah habis dibahas karena selalu
ada korban padahal banyak pihak telah menyerukan pemberantasan kawin paksa,
pemerintahpun sudah menyerukan hal ini.
Koalisi
Perempuan Indonesia Cabang Sumba Tengah menentang kawin paksa karena memberikan
dampak yang tidak baik bagi perempuan yaitu usia reproduksi yang belum sempurna
jika korban anak-anak, rentan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, beban
psikologis, belum siap membina rumah tangga dan menderita lahir batin tentunya.
Keterpaksaan seperti neraka yang melilit perempuan, betapa mereka harus
berbakti pada keluarga besar dengan kepasrahan, kawin paksa merupakan bentuk
ketidak adilan bagi perempuan. Maka Koalisi Perempuan Indonesia Cabang Sumba
Tengah mendesak agar penegak hukum turun tangan untuk menghentikan kawin paksa,
tokoh agama/tokoh masyarakat perlu memberi pemahaman lebih agar tidak terjadi
praktek kawin paksa yang merugikan perempuan, hukum pelaku kawin paksa tanpa
melihat latar belakang kasta, dan
pengambil kebijakan pelu memperbaharui aturan yang ada agar
tidak ada lagi kawin paksa di masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar