Menguak yang tak
terkuak
Apa yang salah dengan tubuh perempuan
Mengapa mereka di perkosa
Mengapa mereka di anggap rendah
Mengapa kau salahkan tubuh mereka
Bajunya lah, perangainya lah, suaranya lah…
Lalu alasan apa lagi yang akan kau nyatakan?
Iya karena dia perempuan.. bukan begitu
Dia layak di nomor duakan, dia layak di pasung oleh aturan,
dia layak di perkosa
Itukah keadilan….
Senyap aku dengar angin sabana mengabarkan…Kau salah menilai
Kau yang lahir dari rahim perempuan
Mengapa kau dustakan perempuan
Angin sabana kian keras bertiup
Di purnama bulan kelima
Sembari membawa jawaban mengapa
Anakalang, 6 Mei
2016
Catatan siang di bulan hujan
Hujan membasahi ilalang di
samping rumahku, saat hujan reda aku baru berani nyalakan TV karena sejak tadi
halilintar menggelegar. Siang itu aku melihat berita di televisi, ada kasus YY
perempuan 14 tahun yang di perkosa 14 orang di Bengkulu, Tuhan apalagi ini,
iblis sekali mereka. Prihatin, sedih perih aku rasakan saat itu juga, apa yang
terjadi dengan bangsaku, mengapa mereka tega?
Aku dihujam ribuan pertanyaan.
Lilin menyala seantero negeri,
dan kami berdoa di gereja untuk YY semoga damai disana, semoga hal ini menjadi
sebuah perubahan besar di bangsa ini menghadapi ancaman kekerasan seksual
dimana-mana, agar pemerintah segera mensyahkan RUU Penghapusan kekerasan
seksual, penguatan payung hukum menjadi kebutuhan mendesak bagi bangsa ini.
Bagaimana kasus perkosaan yang pelakunya pejabat?
Sambil memandang padang sabana samping rumah yang basah oleh
hujan, aku kembali bertanya mengapa
kasus perkosaan yang pelakunya pejabat, tokoh,anggota DPR, orang kasta maramba/kasta tinggi di Sumba
maupun NTT pada umumnya sulit di seret
ke meja hijau? Saya bertanya mengapa…
Perkosaan yang tak tersentuh di
Nusa Tenggara Timur juga banyak terjadi seperti yang menimpa guru wiyata bakti SMP di Sumba Tengah
tahun 2015 lalu, pemerkosanya adalah kepala sekolahnya sendiri tapi entah mengapa kasusnya tidak lanjut, ini
karena pelaku pejabat sekolah ditambah dia dari kasta tinggi jadi walau tertangkap bisa lepas lagi, saya
heran kok penegak hukum menghujam ke bawah tapi tumpul keatas…inikah keadilan? dan KPI
protes pada penyelesaian kasus yang tidak adil ini. Lalu kasus di
Maumere pada 2 orang perempuan desa yang telah di dokumenterkan dalam film
besutan kak Olin Monteiro dengan judul Masih Ada Asa, film yang diambil dari kisah nyata ini pelakunya adalah anggota DPR/pejabat publik tapi mengapa
tidak terjerat, apakah uang bisa menutup
kasus hukum jika pelakunya orang yang dianggap
besar? hal ini memantik kesadaran kita untuk berpikir.
Bukankah hukum dibuat untuk
keadilan, manusia dimata hukum setara tapi mengapa ada tebang pilih kasus? Ini
masih terjadi di NTT, kami sangat berharap penegak hukum tidak mudah
terintervensi oleh apapun dalam penegakan hukum. Jika pemerkosa yang notabene dianggap “tokoh”
ini di lepas…akan berapa banyak korban lagi? Inikah keadilan..berapa masa depan
akan terengut, berapa mimpi terkoyak, berapa lagi perih sedih dan luka tercecer
di bumi.
Fakta di masyarakat tentang kekerasan seksual
Berdasarkan data Komnas Perempuan ada 15 jenis kekerasan
seksual yang dialami perempuan di Indonesia, yaitu (1) perkosaan, (2)
intimidasi/serangan bernuansa seksual termasuk ancaman atau percobaan
perkosaan,(3) pelecehan seksual, (4) ekploitasi seksual, (5) perdagangan
perempuan untuk tujuan seksual, ( 6) prostitusi paksa, (7) perbudakan seksual, (8)
pemaksaan perkawinan, (9) pemaksaan kehamilan, (10) pemaksaan aborsi, ( 11 )
Kontrasepsi/sterilisasi paksa, ( 12)penyiksaan seksual, ( 13) Pengkumuman tidak
manusiawi dan bernuansa seksual, (14) praktik tradisi yang bernuansa seksual
yang membahayakan / mendiskriminasi perempuan, (15)control seksual termasuk
aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama.
Di Sumba kasus kekerasan seksual
seperti gunung es, yang terlihat di permukaan sedikit, yang di bawah banyak
karena ketidaksetaraan gender menyebabkan korban malu melapor, Mengapa? Sebagian
besar karena korban takut diancam pelaku, korban tidak tahu tempat melapor,
kurangnya informasi tentang pelaporan kasus kekerasan seksual, korban malu melapor karena menganggap aib, korban
dianggap mencemarkan nama keluarga besar, korban dianggap tidak suci lagi/ tidak gadis
di mata masyarakat akan menyebabkan
korban tidak ada yang mau menikahi, anggapan bahwa nilai sebagai perempuan berkurang.
Ketidakadilan gender karena kontruksi budaya lebih merugikan perempuan, ini
yang harus di rubah jadi penyadaran pada masyarakat penting melalui tokoh
agama/ tokoh masyarakat, pemerintah, aparat desa dan organisasi di
desa/kabupaten yang mendorong perubahan paradigma bahwa kasus kekerasan seksual
merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus dilaporkan dan korban bukan pihak
yang harus disalahkan malah seharusnya dilindungi dan didukung baik oleh
keluarga maupun masyarakat, dukungan yang baik akan mempercepat pemulihan
korban dan penegakan keadilan akan menyelamatkan jiwa yang lain, Adapun
pemberian informasi tentang dimana melapor, Bagaimana cara melapor, bagaimana proses hukumnya, ada pembiayaan
tidak, adakah lembaga yang mendampingi korban, adakah dukungan psikis harus di infokan kepada masyarakat agar
masyarakat cepat tanggap jika ada kekerasan seksual di lingkungannya.
Kekerasan seksual yang makin
marak bahkan pelaku bisa siapa saja hingga orang terdekat korban maka perlu memaksimalkan kerja Pusat pelayanan
terpadu pemberdayaan perempuan dan anak ( P2TP2A), mengembalikan peran dan
fungsi di bawah koordinasi Kementrian Pemberdayaan perempuan dan anak kepada
peran dan fungsi koordinasi dalam penanganan kasus-kasus kekerasan perempuan
dan anak , dukungan dana operasional dan infrastruktur dan penguatan kapasitas pendamping menjadi
kebutuhan mendesak agar lembaga ini bisa maksimal bekerja. Selanjutnya
kebutuhan adanya rumah aman bagi korban kekerasan seksual karena di Sumba
Tengah belum ada, perlunya Pusat krisis terpadu (PKT) yang bernaung di bawah
rumah sakit untuk menangani perempuan dan anak agar difasilitasi di Sumba,
karena di Indonesia menurut data Komnas perempuan baru 63 pusat krisis terpadu,
padahal kebutuhannya banyak di berbagai daerah, Penegakan hukum yang berpihak
pada korban dan mendesak pengesahan
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual agar segera di syahkan
merupakan kebutuhan darurat bagi bangsa ini.
Mari saling mengeratkan tangan
untuk peduli, kekerasan seksual mengancam di sekeliling kita, kerjasama semua
pihak sangat dibutuhkan dalam menciptakan negeri yang aman bebas kekerasan
seksual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar